Friday, December 31, 2010

My Confession

That was the most terrible jealousy I've ever had. The time when I saw my crush had such an intimate moment with another women, in front of me. Well, we both are not really in a relationship. I have no right to feel jealous at all. But, there was an energy that came naturally, the atmosphere that suddenly bring tons of water that fill up my chest and make it so full, I can't breath. My brain send it's signal to my eyes to cry, then it cried. And the water get out of my body through my tears. That was the first time I feel that way to someone. Unpredictable. Uncontrollable. The feeling, yes it hurts, but it's wonderful. It feels like I get my pulse back, and I want it stay.

Still, after that moment, I still don't know whether it's love. I'm not really sure that I'm in love with him. Regardless it's love or not, the other feelings come. A feeling I-want-to-see-him-everyday. a feeling if-he-is-OK, a feeling I-always-want-to-see-him-happy , with-me. a feeling I-don't-want-make-everything-hard-for-him. a feeling I-am-someone's-belonging. I decided by then. I'll stop flirting with another guy. I'll stand by him. I choose him, and I don't care how great another women around him, I wish he would pick me, choose me, and love me as well..

#1 a Letter for My Baby

I'm not really in the mood to write down a note regarding this New Year Eve. But reading an article about how a Mom preparing herself before the baby comes wake a writer inside me up to start to write about you, my future babies, my future kids.

It seems too early to imagine me as a mother on my age, I'm 22 years old, I'm young, and I have many things to do. You know, I always want to have a baby, but the idea of getting married scare me, a lot. It's not as easy as it's written..

I still don't know whether I still have a chance to be a mother or not, but deep inside in my heart, I always wanted to.

Hey baby,
it may too soon to write you down a letter. But I want you to know, that I already miss you. Now, I'm studying Gentle-Birth. You know what is that sweetheart? It's the way how I do want to deliver you into this world the way I supposed to. Not like what people do now days, had a contraction, go to the hospital, and let the doctors take you from inside the belly. No. It's not like that. From what I learn this far, I'll let you out if you're ready to do so. I may take your birth in the warm water, at home, in silence, with your Daddy next to me, and probably your grandfather, grandmother, and the other family's waiting outside the room. I'll catch you, or maybe your Dad will do that, and hug you warmly. That would be so amazing, I promise you dear.

I really want to be a perfect mother for you. Give all my love for you, my time, my life. I can't wait for that moment. I'm learning on it dear. One day we'll gonna meet.. Insya Allah..


with all My Love
Mom

Thursday, December 23, 2010

Stupid Love

There such things I know about love.
You'll always stay even if you've been hurt
You'll tend to care even if your heart's been tored
You'll keep coming back even if you've been so far away from people you love
You'll always forgive even for an unforgotten mistakes
it makes you have no patience's limitation
Some people define it as stupidity, but at some points, stupidities make us human.. And love, even if it's stupid, and whatsoever it is, it makes you feel alive..

:: d'Cost Pelangi 19/12/2010 ::

end it

Dear Crush..


It’s ridiculous to name you that way perhaps. However, that’s all the way I feel about how you treat me this far. I think I have a right to say so because this lately five months you’ve been intensively being the first texting me on YM, sending me messages, calling me every night, having more than three hours conversation on the phone, with me, everyday, which obviously make me think that you’re truly starting fall for me. One more thing, you brought me a lot of gifts the day you came back from a business trip. Remember? That's not the way you treat your friend right?


It was fun at the beginning. You know, my cheeks got blushing every time you’re calling. Even your not funny jokes could make me keep smiling. It shameless to admit them, but yes, I did it. You’re a good man, kind, warm, easy going; honestly, you have everything I’ve been dreaming on.

But still.. I couldn’t tell you everything about me, it’s getting harder for me to find the pleasure I’ve been through, you’re jokes not funny anymore, I ran out topics and ideas to keep our conversation longer, I lost the beat.

It might sound selfish. But please understand if you’re in my shoes? Having three hours conversation on the phone with a person you met on the internet previous day, keep that activity as a habit, get addicted, but in the end you realize you have no feeling at all. Will you stay that way? Fooling somebody else, even yourself. I bet you won’t, you’re kind, I know. You’re not such a jerk. I’m.

It’s just I’m not ready yet to say yes when my heart not open. So let’s stop by here. Let’s end it here. Let’s be friend. Just friend. No more.

Thursday, December 16, 2010

Live up your dream..

Dahulu, pernah suatu ketika Bapak mengajakku jalan-jalan pagi. Ketika itu aku masih SD. Bapak menggandeng tanganku menyusuri jalanan yang masih sangat lengang, udara masih segar, dan angin masih bercampur embun menyusup pori-pori kami dingin.

"Mau kemana kita Pak?" Aku mendongak bertanya pada Bapak.

"Kita cari sarapan. Bubur ayam mau?"

"he'eh.. Mau.." jawabku.

Kami mengobrol sambil jalan. Saat itu kami masih tinggal di Bukit Duri Tanjakan, Tebet. Dari jalanan itu, kami bisa melihat gedung-gedung tinggi, yang baru kuketahui ketika aku sudah bekerja bahwa itu adalah kawasan perkantoran Kuningan di Jalan HR Rasuna Said.

Bapak menunjuk sebuah gedung paling tinggi yang terlihat ketika itu.

"Kau lihat gedung itu?"

"Yang mana Pak?"

"Yang ada ada jamnya.. Yang runcing dan tampak seperti Jam gadang itu?"

"Yang itu? Iya lihat."

"Kamu perhatikan baik-baik yaa.. Nanti akan Bapak tunjukkan.. Kita akan ke sana."

"Waaahh..tapi jauh sekali sepertinya Pak.." aku yang terbiasa di kampung dan hanya mengunjungi Bapak setiap libur sekolah hanya bisa menganga.

"Nanti siang kita ke sana.." Bapak meyakinkan.

Aku terus memperhatikan gedung itu sampai kami tiba di tempat tukang bubur. Memikirkan bagaimana bisa sampai ke sana..

"ini gedung yang kita lihat tadi pagi." Bapak berujar ketika siangnya kami melalui HR Rasuna Said.

Kalimat itu berputar kembali di kepalaku saat aku melintasi jalanan yang sama pagi ini. Berhenti ke pinggir jalan dan mendongak menatap gedung itu lekat. Tempat ini tampak begitu jauh pagi itu. Tapi sekarang, aku bahkan sudah lupa entah berapa ratus kali aku melintasinya, setiap hari.

Bapak, beliau masih saja memberiku keyakinan bahkan ketika beliau sudah tak ada. Untuk kali ini, tentang bagaimana seharusnya aku menyikapi mimpi. Betapa sebelumnya aku ragu untuk maju mengejar keinginanku.

No Execuse!! Tak ada cita-cita yang terlalu besar untuk kau kejar. Tak ada jarak yang terlalu jauh untuk kau tempuh..

Aku kembali menarik tuas gas sepeda motorku. Mengisi penuh rongga paru-paruku dengan aroma pagi yang masih wangi.. Menikmati angin yang menampar-nampar.. Insya Allah aku siap melangkah.. Bismillah.. ^_^



:: 10 Muharram 1432H ::

Wednesday, December 15, 2010

Ma Vanesyilla.. ~_~



Ananda Paradibasandi. Selepas menyelesaikan studinya di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, ia memutuskan untuk bekerja. Menolak tawaran eyang putrinya untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Jakarta. Dari tempat bekerja yang satu ke tempat bekerja yang lainnya, ia berpindah-pindah. Rupiah yang diperolehnya sedikit demi sedikit ia kumpulkan demi kelangsungan keluarganya, Ibu dan seorang adik laki-lakinya. Tidak hanya untuk makan, tetapi juga untuk membiayai adiknya yang masih sekolah serta digunakannya untuk memperbaiki rumah seluas tidak lebih dari seratus meter persegi yang ditempatinya. Ayahnya masih ada, tapi beristri dua. Istri keduanya, yang mau tak mau lantas menjadi ibu tirinya berada di Ciamis, Jawa Barat sana. Ayahnya biasa menghabiskan waktu di sana, jarang sekali mengunjungi keluarga pertamanya yang berada di Jakarta. Katakanlah, ia terbiasa hidup tanpa ayah. Sepertinya itu lebih sederhana daripada harus panjang lebar menceritakan apa dan mengapa mereka tidak bersama-sama.

Ananda Paradibasandi. Menikah di usia yang sangat belia. Dua puluh tahun ketika itu. Tahun 2009 sembilan yang lalu. Menikah dengan seorang lelaki yang sepertinya memang sudah lama ia pacari. Menikah, hamil, lalu melahirkan. Siklus yang lumrah bagi seorang perempuan menikah. Pasangan muda ini dikaruniai seorang putri kecil yang sangat cantik, mereka menamainya Vanesyilla.

Ananda Paradibasandi. Hari itu ia sedang menyiapkan acara 35 harian kelahiran Vanesyilla. Semuanya berjalan lancer, acara pengajian dan pembacaan surat Yaa-Sin berlangsung hingga selesai. Namun siapa yang menyangka, memang hanya Allah yang memiliki kuasa atas semua takdir makhluk-Nya. Beberapa menit berselang, iy aterjatuh lalu mengejang, meregang nyawa, lalu meninggal. Sudah tak sempat lagi di bawa ke rumah sakit. Dan demikianlah ketetapan Allah pada salah satu makhluk-Nya terjadi. Si kecil Vanesyilla yang belum genap empat puluh hari kini menjadi piatu.

Ananda Paradibasandi. Seorang anak, istri, dan ibu. Ia telah menyempurnakan fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. Ia mengubah penilaian saya tentang menikah muda. Bahwa tidak ada penilaian manusia yang penting tentang segala sesuatu. Bahwa penilaian manusia bisa saja salah. Semula saya sangat menyayangkan keputusannya menikah muda. Namun justru siapa yang menyangka bahwa keputusannya itu adalah yang paling tepat dengan situasinya..

Tuesday, December 14, 2010

Rani Rachmawati

Selalu bersyukur bisa dipertemukan dengan teman-teman yang menyenangkan, inspiring, selalu bersemangat dan nggak pernah capek menyemangati. Rani Rachmawati salah satunya. Seorang teman baik saya yang saat ini sedang sibuk mempersiapkan sidangnya. Rani yang ngga pernah lupa bawa oleh-oleh buat saya setiap pulang dari perjalanan dinasnya. Dia yang sampai malam dan pulang kehujanan hanya untuk menemani saya sidang. Rani yang rajin berpuasa.. huuufhh.. untuk yang ini saya iri sama dia. Rani yang pernah nekat kabur dari rumah, *well.. saya salut.. karena paling tidak, dia punya keberanian melakukan apa yang sebenarnya juga saya ingin lakukan.. sstt.. off record yaa*. Rani yang cantik, pekerja keras, dan selalu ceria,, keadaan akan berubah hambar jika dia tidak ada.. seriously.. (semoga dia ngga baca post saya yang ini.. bisa GR nanti)

Ada yang bilang, apa yang datangnya dari hati, pasti akan sampai ke hati juga.. Ahh.. Sekarang ini saya kangen sekali sama Rani Rachmawati. Sukses dengan sidang mu yaa nak..

Tuesday, December 7, 2010

Escape from the Boundary

eat ~ pray ~ love
a very entertaining simply movie about a journey. This movie inspires me to think about escaping the boundary.

Jiwa muda saya mulai bergejolak lagi. Baru saja saya merampungkan pendidikan strata satu dan sekarang mulai berpikir tentang apa yang sebetulnya saya cari dalam hidup ini, apa yang sebenarnya saya mau. Juga terlintas untuk mengikuti jejak yang dilakukan Liz Elizabeth (tokoh yang diperankan Julia Roberts dalam film tersebut) dengan melakukan sebuah perjalanan, sendiri. Sedikit berkompromi dengan diri sendiri untuk sedikit egois..

Hmm.. Wisata Kuliner, Wisata Rohani, Wisata Hati.. Karena keterbatasan waktu dan biaya, mungkin harus dilakukan terpisah.. Tempat-tempat yang sepertinya menarik untuk dikunjungi..

  • Kampung Inggris, Kediri
  • Malioboro, Jogjakarta
  • Bandung, (Berkunjung ke Pesantren Darut Tauhidnya Aa Gym)
  • Haji + Umrah ke Tanah Suci
Harus mulai banyak nabung nih sepertinya.. Amin.. Semangaaattt..

Wednesday, November 24, 2010

Berbahagialah Untukku..

Laut Itu.. dan Kita..


Seharusnya kemarin itu kita tidak perlu pergi. Seharusnya aku tahu dari awal kalau akan jadi begini. Melihatmu lagi, membuat senandung dalam hati ku yang belum sepenuhnya mati ini kembali mengalun lirih. Melihatmu lagi, membuatku kembali jatuh cinta sekaligus patah hati dalam waktu yang bersamaan. Melihatmu lagi, seperti kembali menyaksikan mimpi paling berarti yang pernah kupunya terhempas dan kandas begitu saja, mimpi yang tak pernah mampu kuupayakan menjadi kenyataan. Menyedihkan. Melihatmu lagi adalah saat paling membahagiakan sekaligus menyedihkan. Kau bersamaku, tapi sungguh tak sekali-kalipun aku mampu menggapaimu, bahkan pada jarak yang amat dekat sekalipun, kau tetap begitu jauh bagiku.


Menggenggammu menyusuri tepian pantai itu. Berdiri dan menatap ke arah laut yang sama. Bersandar di bahumu. Menikmati aroma parfum bercampur tembakaumu. Mendengarmu bercerita dan sesekali menatap lekat matamu. Menyelaminya dan menemukan cinta itu tetap di sana untukku. Sungguh aku begitu ingin mendapatkan perasaan terbaik itu lagi bersamamu.


Tahukah kau, itu menyiksaku, menyesakkan sekali menahan semua ingin itu.. Mengapa jadi susah sekali?? Susah sekali menepis keinginan itu? Mengapa menginginkanmu selalu saja menjadi sesuatu yang salah.. Padahal aku sepertinya tak pernah bisa berhenti menginginkanmu.. Adakah keajaiban kecil yang mampu mengubahmu? Mengubahku? Mengubah keadaan ini? Membuat apa yang ada di antara kau dan aku tak pernah berubah seperti dulu :(


Aaaarrrggghh... Ini salah.. Ini salah.. Ini tidak benar..


"Hey Khansa Helwa.. Kenapa diam saja?"


Ia menggoyangkan pundakku. Aku membuka mataku yang sedari terpejam.


"Hmm..laut yang sama" aku berkata dalam hati tanpa menghiraukannya. Kudapati tangan kanannya masih melingkar di pinggangku, dan tangan lainnya menyilang di atas dadaku.. Dagunya masih bertumpu di pundak kananku. Aku merasakan sorotan matanya tak lepas dari wajahku. Ahh..aku tak berani balik menatapnya. Terlalu banyak cinta untukku di sana, melimpah lebih dari apa yang seharusnya aku layak terima.


"Heeeyyy..." Ia melepaskan dekapannya dan kembali menggoyangkan pundakku lagi.


Aku tertawa kecil, "Khansa Helwa sedang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan satu hal penting padamu, Akhsanu Ghozi.."


"Jadi kau tidak mendengarkan aku bercerita panjang kali lebar dari tadi hah?? Hmm keterlaluan.." ia berlagak merajuk manja.


Aku berbalik menghadapnya. Menundukkan kepalaku karena masih tetap tak berani menatapnya. Aku memeluknya dan membenamkan wajahku di dadanya,


"Hey Akhsanu Ghozi.. Terima kasih sudah memilihku.. Sudah mencintaiku sebanyak ini.. Terima kasih sudah hadir di dunia ini untuk melengkapi Khansa Helwa"


"Ehmm..sejak kapan kau jadi romantis?" Ia tersenyum simpul..


"Gandeng tanganku menyusuri pantai ini di sepanjang perjalanan pulang nanti yaa, ceritakan padaku apa yang kau rasakan hari ini, aku senang mendengarkan apa yang kau pikirkan, jangan alihkan pandanganmu dariku, karena mana tahu tiba-tiba aku bisa menghilang dari pandanganmu.. Pastikan yang terakhir itu ya!" Aku mendekapnya erat..


"Kau juga, bilang-bilang kalau mau pergi dariku. Jangan seperti kemarin. Aku bisa mati karena khawatir.."

Ia menyapu kepalaku dengan sun lembut Aku menyesap aromanya kuat-kuat, masih mencari aroma tembakau yang sudah pasti tak akan kutemukan di sana. Tapi tak apa, aku akan mulai terbiasa dan kelak pasti akan sangat menyukainya..



Jakarta 22-Nov-2010


Sunday, November 7, 2010

- - - - -

Bukan keluhan.. hanya berupa paparan.. Pekerjaan baru ini menyenangkan walau cukup menyibukkan. Nokia RIC Engineer.. Cita-cita lain yang kini sudah menjadi nyata. Alhamdulillah.. Teman-teman yang menyenangkan. Kantor tempat bekerja yang masih sama, Menara Mulia Jakarta... hmm..

Friday, October 22, 2010

Happy Birthday Me

Happy Birthday Me..


this 22 October is my first 22-years-old.. Alhamdulillah.. kata yang tak pernah boleh tak terlisankan untuk menyempurnakan segala rasa syukur yang tak terbahasakan.. untuk setiap nikmat dan anugerah yang selalu lebih dari apa yang selayaknya saya terima..

Banyak sekali kado untuk ulang tahun saya 2010 ini.. Hadiah-hadiah yang tak pernah bisa dinilai dengan rupiah.. Ahh.. Lagi-lagi saya menjadi "Baim", julukan yang dianugerahkan salah seorang sahabat dekat saya.. Cukuplah saya dengan kecenderungan saya sebagai Baim..

Perspektif saya sebagai manusia yang kini berkepala 22 berkata..
day is just a day.. Tidak ada hari yang istimewa kecuali jika kau membuatnya istimewa. How?? Banyak caranya, dan berbeda-beda pada setiap individunya..

Hehhmm.. Belakangan ini saya banyak lalai.. Saya perlu sendiri untuk bisa fokus menata hati. Merencanakan dan merangkai lagi cita-cita saya yang sudah terlupa.. Mungkin inilah yang membuat saya merasa bahwa hari ini tidak ada istimewanya sama sekali. Hari ketika dengan sadarnya saya mendapati diri saya merangkak jadi orang yang merugi..

Wednesday, September 29, 2010

Cukup Aizzah saja..

(Masih) Saya belum sependapat pada sebagian kalangan yang memberikan interpretasi subjektif mereka tentang definisi akhwat-ikhwan dan akhi-ukhti. Dari pengetahuan saya yang memang cuma sedikit, akhwat itu berarti saudara perempuan, dan ikhwan adalah saudara laki-laki. Tapi sempat beberapa kali terlibat perbincangan, rasa-rasanya arah makna kata-kata itu mulai bergeser dari makna aslinya.

Sekarang ini, jika seorang perempuan mendapat predikat akhwat, berarti secara penampilan dia adalah seorang wanita berbusana muslimah, dengan jilbab yang tidak transparan dan panjang, menggunakan rok maksi, flat shoes dan kaus kaki. Ya itu baik, sangat baik, bahkan agama islam pun mengajarkan demikian. Seorang wanita yang mendapat predikat akhwat biasanya adalah aktifis dakwah kampus, anggota majelis ta’lim, remaja masjid, atau perkumpulan pengajian. Seorang wanita yang mendapat predikat akhwat biasanya mereka yang tumbuh dan besar di pesantren, para hafidzah atau penghafal alquran, para wanita dengan kualitas ibadah yang dianggap baik oleh orang-orang sekitarnya. Lantas, bagaimana jika label akwat dipredikatkan pada seorang muslimah yang masih belum berjilbab? Pada wanita berjilbab yang masih slengean (asal-asalan)? Pada wanita mualaf ber tank-top dan rok mini yang baru memulai belajar islam? Pertanyaannya, apakah boleh? Ya tentu saja dengan huruf capital bercetak tebal, jawabannya adalah BOLEH. Bagaimanapun mereka adalah wanita, saudara perempuan kita. Tapi coba, baurkan mereka dengan para santriwati itu, dengan para aktifis dakwah kampus itu, pada perkumpulan remaja masjid itu, dugaan saya.. akan banyak suara atau bisikan-bisikan mengudara tentang mana yang akhwat dan bukan-akhwat. They’re just different. Pertanyaannya adalah MENGAPA? Mengapa harus ada segmentasi? Mengapa label akhwat itu lantas jadi membatasi? Seperti mengkotak-kotakkan antara mana yang high-quality dan low-quality. Bahkan, label akhwat itu justru malah mengintimidasi sebagian dari mereka yang dianggap bukan-akhwat. Bukankah ibadah yang baik dan jauh dari riya adalah ibadah yang dilakukan diam-diam dan rahasia ya? Bukankah yang demikian itu lebih disukai Allah ya? Dan bukankah setiap manusia itu berproses? Dan bukankah hak menilai itu hanya milik Allah SWT saja? Kelak setiap manusia akan mempertanggungjawabkan setiap apa-apa yang dilakukannya, apa yang dikenakannya. Dan bagi mereka yang berpikir dan selalu berusaha berproses menjadi manusia yang lebih baik, perubahan adalah kebutuhan, kebutuhan adalah panggilan, jadi saran saya, jangan terpaku pada bagaimana cara orang menilai anda, dengarkan dan ikuti panggilan hati anda. Dan saya sudah memutuskan, saya tidak ingin dilabeli akhwat atau ukhti.. Cukup Aizzah saja.. Dan cukup pada bagaimana saya ingin memikat-Nya dengan saya sebagaimana adanya.. tak perlu mengada-ada.. tak perlu penilaian manusia mengganggu saya.. tak perlu..


*dibuat untuk diri sendiri..


Tuesday, September 28, 2010

Pertolongan Allah itu dekat

Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Dan sadarkah kita bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat? Beberapa hari yang lalu, tepat pada hari Skripsi tugas akhir saya akan disidangkan, ada sebuah peristiwa yang sangat ‘indah’ dan memiliki hikmah tersendiri bagi saya.

Sidang dijadwalkan mulai pukul 15.30. Langit Jakarta bagian selatan ketika itu mendung. Menjelang tepat pukul tiga sore, adzan ashar berkumandang. Saya segera beranjak menuju mushola kampus untuk menunaikan shalat.

“Biar presentasinya lebih tenang..” Pikir saya

Ternyata keran air di mushola kampus mati. Tidak mengeluarkan air sama sekali. Padahal waktunya sudah sangat mepet. Setengah jam itu kan sangat sebentar. Tapi saya mantap. Saya harus shalat dulu. Maka saya mempercepat langkah menuju mushola di kampung belakang kampus saya. Ahh.. syukurlah.. Masih pukul 15.05.. Saya tidak perlu merasa terburu-buru, karena normalnya untuk mencapai kampus (red. Ruang sidang) tidak dibutuhkan waktu sampai lima menit.

Belum sampai saya menggenapkan rakaat ketiga shalat saya, tiba-tiba air seperti tumpah dari langit. Brezzz…. Hati saya pun dengan tanpa menunggu komando ikut gerimis. Terbayang sekilas saya akan sidang dengan pakaian basah kuyup, atau bisa jadi, komputer di ransel saya basah dan jadi rusak.. Gusti Allah.. Tolong.. saya bergumam dalam hati..

Maka saya pun memperpanjang sujud di akhir shalat saya..

“Allah..berikan pertolongan-Mu..” Pinta saya.. berharap akan ada keajaiban, berharap tiba-tiba langit terang dan hujan reda.. T_T

Saya melipat mukena dengan hati gundah, menatap ke luar dengan hampa mendapati hujan yang justru semakin besar, jam dinding mushola menunjukkan pukul 15:20.. Huufh.. Mau nangis rasanya. Lemes..

Saya segera keluar dari mushola, mengingat hajat saya agar tidak basah kuyup sampai waktu sidang, saya reflek merogoh kantong melihat kotak amal di pintu mushola itu. Menyisipkan selembar uang kertas yang saya lipat kecil. (Astaghfirullah, semoga hati saya bersih dari riya dan Allah tidak menggugurkan amalan saya tersebut).

Saya melangkah dan berdiri di teras mushola.. “Allahu Akbar..” Saya membatin, darah saya berdesir, terkejut. Seorang anak perempuan kecil melintas di depan mushola dengan payungnya. Serta merta saya memanggilnya, dan dia pun menghampiri saya..

“Dik.. kamu mau kemana?”
“Mau pulang kak..”
“Ehmm.. Boleh ngga kakak pinjem payungnya?”
“Boleh kak..”
“Alhamdulillah.. nama kamu siapa? Rumahnya dimana? Biar kakak antar kamu pulang dulu ya”
“yang itu kak..” dia menunjuk sebuah rumah yang jaraknya hanya lima meter dari mushola.

Sungguh benar-benar di luar dugaan. Allah selalu punya jalan keluar yang terkadang sukar dicerna nalar.. Alhamdulillah.. saya tidak perlu basah kuyup dan bisa hadir tepat waktu.. ^_^

Saya jadi semakin yakin bahwa dimensi non-logis itu betul-betul eksis ;-)

Finally.. I did it.. I ended it..

*lalumpatan...jumpalitan..kelojotan..kegirangan...*

Assalamu'alaikum..

Alhamdulillahi rabbil alamin.. Segala puji dan syukur dhumateng Gusti Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam senantiasa tercurah bagi junjungan kita Baginda Kanjeng Nabi Rasulullah Muhammad SAW, para keluarga, beserta shahabatnya..

Alhamdulillah.. Alhamdulillah.. Alhamdulillah..

Sepertinya ribuan tahmid sekalipun tidak akan pernah cukup untuk mengungkapkan betapa bersyukurnya saya hari ini. Hari dimana pagi tadi, perjalanan saya ber-mio ke kampus tidak seperti biasanya, penuh debar dan kesibukan menerka-nerka akan bagaimana nanti saya menutup hari ini. And here I'm.. Menulis sebuah catatan tentang segelintir kisah bagaimana Allah telah mengatur segala sesuatunya dengan sangat sempurna.. dengan indah.. dan tepat pada waktunya.. :-)

Singkat cerita, sore tadi para dosen penguji sepakat meluluskan saya dalam sidang skripsi, yang berarti beban yg tersisa hanya tinggal membuat sedikit revisi dan mengumpulkan naskah skripsinya. Sungguh saya tidak pernah benar-benar bekerja sendiri untuk semua pencapaian ini. Karenanya, melalui catatan ini, dengan segala kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua rekan-rekan yang di antaranya adalah:

  • Hady Hubaydillah dan Dinar Syilla.. Duo marshmallow berinti titanium. Ganjil-ganjil yang saling menggenapkan.. You know I always be grateful having you both as my best-est. Thank you for loving me, thank you for every moment we spent together, thank you for every magic words you spelled on me.. and many other I couldn’t mention here..
  • Teh susi, Mas Hendra, Mbak Marsel, Mbak Dita, dan rekan-rekan OSS lainnya di MM04.. Makasih..makasih..makasih buat kompornya, buat contekan tugas akhirnya, buat data-datanya..
  • Mas Endro, pembimbing lapangankuuu.. makasih banyak yaahh.. Berhubung sekarang kita jauh, aizz nyanyiin lagu kesukaannya mas endro aja dari sini yaa sbg tanda terima kasih.. Ready? Wan,,tu,,tri,, 'egepe-egepe sori-sori aje emangnye lo pikir elo siape.. Cinta satu malam oh indahnya.. Cinta satu malam buatku melayang.. Walau satu malam akan slalu kukenang..' *sambil godeg-godeg, joged-joged, + goyang jempol*
  • Rani Rachmawati, Mardi Martadinata, Deswara Aji, Cikal Wahyudi, Mas Jaya, Pak Sumar, Pak Gunadi.. Makasih banyak dah nungguin selama sidang yaa.. Maaf jadi membuat kalian kehujanan dan pulang kemalaman..
  • Mas Duta.. Makasih buat pinjeman Black-Jacket nya yaa.. Aizz cuci dan setrika dulu, balikinnya minggu depan yaa :-P
  • Brilly.. Si kecil yang tinggal di belakang kampus yg sudah dengan baik hati meminjamkan payungnya.. Suwun ya nduk..
  • Ahmad Royhan... Yeaayy.. Gw nyusuuuull.. Bener kata lu, ternyata sidang tak semenyeramkan yg gw khawatirkan.. :-P Makasih udah jauh2x dtg dr jogja buat ngebenerin printer gw doang yaa..(wkwkw..pdhl mah mau perpanjang KTP tuuh..)
  • Suryadi, Kak Rifki, Kak Ijal, Kak Yudi, Kak Denny, Pramana, Mas Tri, Mas Agus, Mas Lumut, dan Mas-masku yang lainnya.. ayolaaahh... Mari cepat-cepat kita selesaikan apa yg sudah sama-sama kita mulai empat tahun lalu..
  • Mas Fajar, Mas Luluk.. Suwun buat curhat dan share seputar tugas akhirnya..
  • Kang Uway.. Terima kasih banyak yaah buat semua-muanya.. buat semangatnyaa.. Ayoo jangan mau kalah.. ^_^
  • Dia Yang Belum Bisa Disebut Namanya,,, ow..ow..siapa diaa? Entahlah.. Terima kasih untuk eksistensimu yang walaupun masih abstrak tapi selalu menyenangkan untuk dibayangkan.. kamulah alasan terbesarku untuk cepat merampungkan ini semua.. JJJ
  • Last but not least, semua teman yang ga bisa aizz sebutkan satu per satu di sini. Terima kasih buat semua do’a, dukungan, semangat, dan nasihatnya..

Aizz membuat catatan ini bukan untuk berbangga-bangga, tapi untuk berterima kasih sekaligus berbagi rasa LEGA.. Plooongggg… Suweeerr.. *__*

Akhir kata.. Jazzakumullah Khairan Katsir.. ^_^

Wassalamu’alaikum


Ahad, 26 September 2010

Tuesday, September 21, 2010

Bercita-Citalah

Jangan pedulikan apa yang orang katakan tentang apa yang kau cita-citakan. Jangan permasalahkan bila mereka tidak menghiraukan bahkan memandang sebelah mata cita-citamu. Pun jika mereka meragukan kemampuanmu untuk meraihnya. Tiap-tiap apa yang mereka pikirkan, katakan, ragukan tentang cita-citamu sama sekali tidak memiliki andil apapun dalam pencapaian cita-cita itu. Kamu lah yang paling tahu apa yang kamu mau. Perkara itu adalah hal yang salah atau benar, mudah atau sukar, kamu dibekali akal, pikiran, dan kemampuan untuk memilah dan memutuskannya, dan kelak kamu sendirilah yang akan mengecap hasilnya. Ingatlah bahwa hidup adalah pilihan dan setiap pilihan selalu datang bersama resiko-resikonya. Faktor-faktor eksternal yang datang dari orang-orang di sekitarmu itu bisa saja menjadi masukan untukmu, tapi jangan jadikan sugesti. Tanyakan pada hatimu dan cernalah dengan pikiranmu.

Jika kamu tidak atau belum memiliki cita-cita, maka bercita-citalah.. Atau mungkin kau melupakan apa sebenarnya yang sempat kau cita-citakan, maka mulai berpikirlah untuk kembali mencita-citakannya lantas kembali berjuang untuk mewujudkannya menjadi nyata.. Coba pikirkanlah. Apa artinya hidup tanpa cita-cita? Tragedi. Yaa.. Tragedi.

Thursday, September 16, 2010

Pasangan Impian

"Masih ingat dengan teman Pak Le yang tempo hari Pak Le ajak ke rumahmu?" Pak Le berujar membuka percakapan di antara kami.

"Ehm.. Mas Acip?" aku mencoba mengingat nama orang yg Pak Le maksud tersebut.

"Iya, dia orang yang pengen Pak Le kenalin ke kamu. Yaa Pak Le sih cuma mau ngenalin thok.."

Aku tidak bereaksi. Aku mempersiapkan diri untuk lebih berhati-hati dengan apa yg akan aku katakan pada Pak Le berikutnya. Memang aku sendiri yang tidak menolak ketika beberapa waktu lalu Pak Le bermaksud mengenalkanku pada seseorang..

"Ooohh.. " aku menyambutnya datar.

"Iya.. Si Acip itu anaknya baik. Orang tuanya minta tolong Pak Le untuk nyariin dia istri. Dan dia pun mau saja kalau calonnya itu bisa sayang sama orang tuanya.." Pak Le berujar..

Aku hanya diam menunggu Pak Le selesai dengan apa yang ingin disampaikannya.

"Umurnya sekitar 31 tahun. S1 dari perguruan tinggi di Jogjakarta. Dia orangnya pendiam, tidak pernah pacaran. Dari semua saudaranya yang lain, Acep itu yang paling ganteng lohh. Orang tuanya itu Juragan Bakso di Klender sana. Sudah punya beberapa pintu kontrakan sebagai penghasilan tambahan, sudah punya rumah sendiri di Jakarta. Sedangkan si Acip sendiri, sudah dimodalin bengkel sama orang tuanya. Bengkel yang dikelolanya lumayan ramai. Di kampung sini juga mereka sudah punya rumah. Pokoknya, si Acip pengen usaha apa aja, orang tuanya bersedia memfasilitasi.."

Hatiku seperti diremas. Dari sebegitu panjangnya uraian yg diberikan Pak Le, point paling penting yang aku tunggu-tunggu tak kunjung keluar dari mulut Pak Le. Tapi aku masih menunggu, masih banyak yang ingin Pak Le sampaikan lagi sepertinya..

"Acip itu ngga neko-neko cari istrinya. Sing penting sayang dan perhatian sama orang tuanya. Dia tidak masalah dengan kamu. Makanya dia mau pastikan dulu kalau orang tuanya juga cocok sama kamu. Mendengar cerita tentang kamu juga orang tuanya sangat antusias pengen liat kamu. Makanya, kalau nanti ada kesempatan, ayo kita makan bakso di tempatnya si Acip. Biar orang tuanya Acip bisa melihat kamu juga dan menilai sendiri.."

Huuufhh.. Aku masih datar.. Pak Le sudah berhenti dan tampaknya beliau menunggu reaksiku. Dan sepertinya sia-sia menunggu Pak Le memberikan ulasan yang aku harapkan jika aku tidak menanyakannya secara langsung.

"Ehm.. Pak Le.. Bagaimana dengan sholatnya?"

"Sholatnya rajin kok.. Baca Qur'an juga.." Pak Le terdengar agak terburu-buru dengan jawaban itu.. Entahlah.. Caranya menjawab membuatku tidak cukup yakin seratus persen..

Kami sama-sama terdiam sebentar, lalu aku memberanikan diri bertanya pada Pak Le..

"Pak Le.. Kenapa sih yang Pak Le promosikan tentang Mas Acip ini lebih dominan tentang kondisi materi dan status sosialnya? Memangnya aku keliatan seperti wanita yang matrealistis ya Pak Le?"

"Yo ndak toh nduk.. Cuman melihat ibumu yang berpendidikan, guru, dan pegawai negeri, juga kamu yang Pak Le perhatikan cukup selektif, ya paling tidak kan masalah itu akan lumayan jd bahan pertimbangan tho yo?"

"Ahh Pak Le.. Boleh jadi aku ini agak naive kalo soal itu. Aku cuma kepingin yang agamanya baik, sholatnya tepat waktu. Sederhananya, yang sholeh dan berilmu. Sing bisa jadi imam. Itu saja Pak Le.. Aku tuh kepingin calon anak-anak kami nanti lahir, tumbuh, dan besar dalam keluarga yang islami.."

"dan yang single pastinya ya Pak Le.." cepat-cepat aku menambahkan sambil menyeringai bergurau.

Huufhh..

Aku menunduk menyadari keinginanku yang terlalu muluk.. Arah pandanganku mengawang.. Tanpa berani menatap Pak Le aku kembali berujar..

"Mungkin keinginanku itu terlalu muluk ya Pak Le.. Bukan.. Sungguh bukan karena aku merasa ibadahku sudah baik, atau aku merasa sudah cukup sholeha untuk bisa merasa layak mendapatkan yang seperti itu. Tapi justru karena aku sadar, aku tidak tumbuh dan besar dengan pendidikan agama yang cukup baik. Pengetahuanku tentang islam cethek banget. Aku kepingin seseorang yang bisa membimbing aku belajar Le.."

Aku tersenyum getir dan membatin, 'Kalau saja Pak Le tau betapa tidak percaya dirinya aku tentang keinginanku itu..' pun jika ada lelaki sholeh dan berilmu seperti itu, pastilah ia juga menginginkan wanita dengan kualitas yang sama sepertinya. Tak sekali-kali pun yang seperti aku ini menjadi wanita yang ia pertimbangkan untuk menjadi pilihannya.

Aku jadi salah tingkah tertangkap basah oleh Pak Le yang tersenyum mendapatiku yang tampak mendung. Aku cuma mesem..

"Nanti kalau sudah di Jakarta, bilang saja sama Pak Le kamu kapan sempatnya.."

"Nanti dulu lah Pak Le.. Aku belum tau bagaimana tata cara atau proses kapan seharusnya mesti ketemu orang tuanya calon pasangan. Lagipula aku sama mas Acip belum pernah berinteraksi secara langsung. Kalo langsung dipertemukan dengan orang tuanya sekarang-sekarang ini, sepertinya terlalu buru-buru dan kurang bijak. Walaupun sebentar, biarkan kami berproses saling mengenal dulu. Khawatir belum ada kecocokan, paling tidak kalau orang tua belum terlibat, tidak perlu banyak orang yang kecewa kalau akhirnya memang tidak jadi. Kalaupun nantinya cocok, sepertinya juga tetap butuh beberapa kali istikharah supaya bisa lebih mantap. Aku percaya, kalau memang jodoh pasti akan ada jalannya. Aku terima kasih banget loh sama niat baik Pak Le ini.." Aku tersenyum mantap. Paling tidak, itu adalah sikap terbaik yang bisa aku ambil saat ini.

Rejeki dan Jodoh memang dua hal yang sudah Allah persiapkan untuk masing-masing kita. Bergaransi. Pasti. Namun tidak seharusnya hal itu lantas membuat kita berpangku tangan, diam menunggu, dan menerima begitu saja tanpa memilah. Diam, hanya menunggu, dan menerima begitu saja bukanlah bentuk kepasrahan seorang hamba pada kehendak yang dipilihkan Tuhannya.

Semuanya itu adalah masih rahasia Allah. Dan cara kita menyikapi rahasia-rahasia Allah adalah dengan mengupayakannya melalui ikhtiyar. Berusaha, berdoa, meluruskan niat, mengupayakan yang terbaik dalam kapasitas kita sebagai manusia namun tetap menyerahkan hasil akhirnya pada Allah.. serta ikhlas pada sebaik-baik pilihan yang ditetapkan Allah pada kita..


Tegal 14 September 2010

Wednesday, September 1, 2010

[Berkah Ramadhan] Alhamdulillah.. Saya Tidak Jadi ke Makasar

“Agar pedihnya ujian terasa ringan, hendaklah engkau tahu bahwa Allah-lah yang mengujimu. Yang Menimpakan takdir-Nya kepadamu adalah juga Yang biasa Memberimu sebagus-bagusnya pilihan..”

21 Agustus 2009 (Ramadhan 1430H)

Genap satu minggu setelah Bapak berpulang ke rahmatullah. Anggaplah itu adalah fase kehidupan bagi setiap manusia, dan giliran saya kehilangan salah satu orang terkasih saya adalah pada satu minggu sebelum hari itu. Itu hanya sekedar sebait prolog yang mengawali tulisan saya kali ini. Saya tidak ingin berlama-lama bersedih, karenanya saya putuskan untuk mengaktualisasikan diri dengan kembali bekerja seperti biasa.

Di kantor semua berjalan seperti biasa. Saya bekerja sebagai partner/ third party dalam sebuah life network sebuah operator telekomunikasi terbesar di Indonesia. Karena beban pekerjaan yang lumayan banyak mengejar target Hari Raya idul fitri, seorang rekan yang bersimpati dengan keadaan saya, yang juga khawatir saya masih dalam suasana berkabung, berniat baik membantu saya menyelesaikannya, maka saya pun berbagi user account untuk mengakses life network tersebut. Dan ketika itu pula, sebuah kejadian mengejutkan lain yang sama sekali tidak diharapkan kembali berulang.

Singkatnya, kejadian tersebut memberikan kerugian bagi perusahaan. Tidak penting siapa yang salah, mengapa bisa salah, dan apa yang dipersalahkan, sebab penilaian manusia hanya akan bersifat menyudutkan, tidak memberikan solusi justru sebaliknya makin memperkeruh suasana, maka biarlah Allah saja yang berhak memberi penilaian. Namun karena user account itu adalah kepunyaan saya, maka di sinilah saya yang mendadak dalam waktu singkat menjadi artis yang langsung ‘populer’. Bahkan sampai meninggalkan ‘kesan’ yang cukup membekas pada ingatan salah seorang bos besarnya. Sebut saja Mr.E..

23 Ramadhan 1431H

Hari ini, Ramadhan tahun berikutnya setelah kejadian itu..

“Saya tidak tahu ini kenekatan macam apa.. sederhananya, saya cuma kepingin seperti air yang menjadi jernih karena mengalir..”

Terinspirasi dari sajak milik imam Syafi’I sekaligus kepenatan dan kejenuhan dalam pekerjaan membuat saya berani memutuskan untuk berhijrah ke pulau seberang. Meninggalkan zona nyaman saya.

Mendapati tawaran pekerjaan di Makasar membuat saya senang bukan kepalang. Lama saya memikirkan hal ini, berdo’a pada Allah untuk memberikan kemudahan bagi saya untuk menyelesaikan semua urusan sebelum saya benar-benar terbang, berharap tidak ada kendala dengan membatalkan kesepakatan cuti dengan seorang rekan tandem saya, berharap tidak ada aral yang berarti dengan keputusan mengundurkan diri, berdoa agar seminar pra-sidang saya tidak perlu lagi banyak revisi. Namun tetap, saya menyadari ketidaksempurna’an saya sebagai manusia. Maka di akhir do’a, setelah mendeklarasikan semua list permintaan saya kepada Allah, saya kembali memasrahkan semua pilihan pada-Nya.. Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan hamba-Nya, maka dengan segala kerendahan hati, saya memohon.. “Allah yaa Rabb.. Pilihkan apa yang menurut-Mu terbaik buatku.. dan bimbing aku untuk mengikhlaskan apa yang kelak Engkau pilihkan..”

Astaghfirullah, semoga Allah tidak menggolongkan saya ke dalam kumpulan orang-orang yang takabur. Sebab saya ingat betul, ketika HRD Perusahaan yang menawarkan pekerjaan di Makasar mengatakan saya sudah 100% diterima dan akan segera diberangkatkan, cepat-cepat saya beristighfar dan meralat dalam hati, kepastian itu nilainya Cuma 98%, dan ketika seorang teman bertanya, apa yang 2%? Dengan mantap saya menjawab, itu adalah hak preogratif Allah.

Berbekal keyakinan, restu orang tua, do’a, serta kemudahan yang Allah berikan, pagi kemarin lusa saya resmi menandatangani kontrak baru di perusahaan itu. Sorenya saya mengadakan acara buka puasa bersama sebagai wujud rasa syukur atas semua kemudahan yang benar-benar di luar prasangka saya. Benar jika memang Allah adalah Dzat Yang Maha Mengabulkan Do’a. Sungguh, saya merasa kurang nyaman menyebutnya sebagai farewell party (sepertinya memang sudah firasat).

Sampai pada malam harinya, ketika saya sedang packing untuk keberangkatan saya besok, saya baru teringat kalau hape saya mati sore tadi. Saya menyalakannya dan mendapati delapan sms mampir di inbox saya, lima di antranya dari HRD. Saya membalas salah satunya. Tidak lama ia langsung menghubungi saya, dan mengabarkan kalau kontrak kerja saya dicancel. Terkejut? Shock? Pasti.. Usut punya usut, ternyata end-user di Makasar sana adalah Mr. E yang dipindahtugaskan ke area. Dan beliau tidak ingin melibatkan saya lagi di setiap projectnya…

Ya sudahlah.. *Bondan Prakoso mode ON*

Apa yang terjadi ini di luar kuasa saya sebagai manusia. Ini adalah 2% nya Allah. Allah sudah mengatur semuanya untuk saya. Saya berusaha keras mentralisir perasaan saya. Tapi bagaimanapun saya berusaha menjejali pikiran saya dengan pelbagai hal positif, tetap, saya hanya manusia biasa.. Saya tidak bisa mengendalikan dada saya yang kemudian menjadi sesak dan mata saya yang terasa lebih panas dari biasanya. Bagaimana cara menyampaikan ini kepada ibu saya, kepada adik saya yang sudah kembali bersemangat ingin kuliah.. Saya percaya, reaksi mereka akan baik-baik saja jika mereka bisa melihat saya baik-baik saja dan tetap sebersemangat biasanya..

Untung saja saya sedang berada dalam masa ‘cuti’ dari semua ibadah yang wajib. Maka saya gunakan kesempatan itu untuk terpuruk, merenungi, dan mencari hikmah dari semua ini.. Sebuah musibah bisa jadi sebagai suatu bentuk teguran, namun bisa juga sebagai bentuk ujian..

Sebuah pesan dari seorang sahabat kembali menguatkan saya..

“Seandainya kejadian ini adalah bentuk teguran Allah, semoga lu bisa belajar banyak dari ini. Seandainya kejadian ini untuk menaikan derajat lu di mata Allah sebagai manusia, gw doakan semoga nanti lu bisa berhasil dan bisa menjadi berkah bagi dirilu dan orang2 di sekelilinglu. Seandainya kejadian ini adalah bentuk kasih sayang Allah ke lu, semoga lu bisa lebih sayang lagi sama DIA ketika ini semua selesai.”

Maka, saya lebih memilih untuk berprasangka baik pada Allah. Mudah-mudahan ini salah satu cara Allah menunjukkan rasa cemburu-Nya. Ditandatanganinya kontrak di atas materai itu dengan sendirinya secara sah saya berhak memperoleh biaya kompensasi sebesar satu bulan gaji untuk pemutusan hubungan kerja tanpa suatu sebab seperti ini. Saya sudah menyampaikan hal ini pada HRD. Pun ketika mereka tidak menunaikan apa yang menjadi hak saya, maka biarkan Allah yang mengkalkulasinya. Apalagi mengingat ini bulan Ramadhan. Darah saya berdesir menyadari hal ini. Perhitungan ini terlalu rumit dan complex untuk otak manusia saya. Bahkan Allah memberikan saya kesempatan untuk menjamu-Nya di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini. Maka di sinilah ujian yang sesungguhnya. Apakah saya akan tetap terpuruk dengan kehilangan ini? Apakah saya bisa memanfaatkan atau malah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan-Nya? Atau barangkali, apakah saya akan menjadi kikir dan bakhil setelah kehilangan ini? Apakah saya akan menjadi pesimis dan menjadi rendah diri? Pilihan-pilihan itu ada di tangan saya. Saya percaya, Allah telah mempersiapkan ladang-Nya di depan sana untuk saya. Sama seperti ladang ini yang telah dipersiapkan-Nya semenjak tahun kemarin. Jadi, tidak perlu khawatir. Subhanallah.. Walhamdulillah.. Wa Laa ila hailallah.. Allahu Akbar.. Tak sabar rasanya untuk menunggu cuti ini selesai..

Ternyata.. Ikhlas, Sabar, dan Bersyukur nggak semudah mengucapkannya yaa..

Dilema fulltime house wife.. fulltime mother..

 Bismillah,   menjadi full ibu rumah tangga sebenernya sudah jadi cita-cita jadi jaman baheula selagi masih gadis.. Bahkan mimpi itu pernah ...