Wednesday, September 1, 2010

[Berkah Ramadhan] Alhamdulillah.. Saya Tidak Jadi ke Makasar

“Agar pedihnya ujian terasa ringan, hendaklah engkau tahu bahwa Allah-lah yang mengujimu. Yang Menimpakan takdir-Nya kepadamu adalah juga Yang biasa Memberimu sebagus-bagusnya pilihan..”

21 Agustus 2009 (Ramadhan 1430H)

Genap satu minggu setelah Bapak berpulang ke rahmatullah. Anggaplah itu adalah fase kehidupan bagi setiap manusia, dan giliran saya kehilangan salah satu orang terkasih saya adalah pada satu minggu sebelum hari itu. Itu hanya sekedar sebait prolog yang mengawali tulisan saya kali ini. Saya tidak ingin berlama-lama bersedih, karenanya saya putuskan untuk mengaktualisasikan diri dengan kembali bekerja seperti biasa.

Di kantor semua berjalan seperti biasa. Saya bekerja sebagai partner/ third party dalam sebuah life network sebuah operator telekomunikasi terbesar di Indonesia. Karena beban pekerjaan yang lumayan banyak mengejar target Hari Raya idul fitri, seorang rekan yang bersimpati dengan keadaan saya, yang juga khawatir saya masih dalam suasana berkabung, berniat baik membantu saya menyelesaikannya, maka saya pun berbagi user account untuk mengakses life network tersebut. Dan ketika itu pula, sebuah kejadian mengejutkan lain yang sama sekali tidak diharapkan kembali berulang.

Singkatnya, kejadian tersebut memberikan kerugian bagi perusahaan. Tidak penting siapa yang salah, mengapa bisa salah, dan apa yang dipersalahkan, sebab penilaian manusia hanya akan bersifat menyudutkan, tidak memberikan solusi justru sebaliknya makin memperkeruh suasana, maka biarlah Allah saja yang berhak memberi penilaian. Namun karena user account itu adalah kepunyaan saya, maka di sinilah saya yang mendadak dalam waktu singkat menjadi artis yang langsung ‘populer’. Bahkan sampai meninggalkan ‘kesan’ yang cukup membekas pada ingatan salah seorang bos besarnya. Sebut saja Mr.E..

23 Ramadhan 1431H

Hari ini, Ramadhan tahun berikutnya setelah kejadian itu..

“Saya tidak tahu ini kenekatan macam apa.. sederhananya, saya cuma kepingin seperti air yang menjadi jernih karena mengalir..”

Terinspirasi dari sajak milik imam Syafi’I sekaligus kepenatan dan kejenuhan dalam pekerjaan membuat saya berani memutuskan untuk berhijrah ke pulau seberang. Meninggalkan zona nyaman saya.

Mendapati tawaran pekerjaan di Makasar membuat saya senang bukan kepalang. Lama saya memikirkan hal ini, berdo’a pada Allah untuk memberikan kemudahan bagi saya untuk menyelesaikan semua urusan sebelum saya benar-benar terbang, berharap tidak ada kendala dengan membatalkan kesepakatan cuti dengan seorang rekan tandem saya, berharap tidak ada aral yang berarti dengan keputusan mengundurkan diri, berdoa agar seminar pra-sidang saya tidak perlu lagi banyak revisi. Namun tetap, saya menyadari ketidaksempurna’an saya sebagai manusia. Maka di akhir do’a, setelah mendeklarasikan semua list permintaan saya kepada Allah, saya kembali memasrahkan semua pilihan pada-Nya.. Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan hamba-Nya, maka dengan segala kerendahan hati, saya memohon.. “Allah yaa Rabb.. Pilihkan apa yang menurut-Mu terbaik buatku.. dan bimbing aku untuk mengikhlaskan apa yang kelak Engkau pilihkan..”

Astaghfirullah, semoga Allah tidak menggolongkan saya ke dalam kumpulan orang-orang yang takabur. Sebab saya ingat betul, ketika HRD Perusahaan yang menawarkan pekerjaan di Makasar mengatakan saya sudah 100% diterima dan akan segera diberangkatkan, cepat-cepat saya beristighfar dan meralat dalam hati, kepastian itu nilainya Cuma 98%, dan ketika seorang teman bertanya, apa yang 2%? Dengan mantap saya menjawab, itu adalah hak preogratif Allah.

Berbekal keyakinan, restu orang tua, do’a, serta kemudahan yang Allah berikan, pagi kemarin lusa saya resmi menandatangani kontrak baru di perusahaan itu. Sorenya saya mengadakan acara buka puasa bersama sebagai wujud rasa syukur atas semua kemudahan yang benar-benar di luar prasangka saya. Benar jika memang Allah adalah Dzat Yang Maha Mengabulkan Do’a. Sungguh, saya merasa kurang nyaman menyebutnya sebagai farewell party (sepertinya memang sudah firasat).

Sampai pada malam harinya, ketika saya sedang packing untuk keberangkatan saya besok, saya baru teringat kalau hape saya mati sore tadi. Saya menyalakannya dan mendapati delapan sms mampir di inbox saya, lima di antranya dari HRD. Saya membalas salah satunya. Tidak lama ia langsung menghubungi saya, dan mengabarkan kalau kontrak kerja saya dicancel. Terkejut? Shock? Pasti.. Usut punya usut, ternyata end-user di Makasar sana adalah Mr. E yang dipindahtugaskan ke area. Dan beliau tidak ingin melibatkan saya lagi di setiap projectnya…

Ya sudahlah.. *Bondan Prakoso mode ON*

Apa yang terjadi ini di luar kuasa saya sebagai manusia. Ini adalah 2% nya Allah. Allah sudah mengatur semuanya untuk saya. Saya berusaha keras mentralisir perasaan saya. Tapi bagaimanapun saya berusaha menjejali pikiran saya dengan pelbagai hal positif, tetap, saya hanya manusia biasa.. Saya tidak bisa mengendalikan dada saya yang kemudian menjadi sesak dan mata saya yang terasa lebih panas dari biasanya. Bagaimana cara menyampaikan ini kepada ibu saya, kepada adik saya yang sudah kembali bersemangat ingin kuliah.. Saya percaya, reaksi mereka akan baik-baik saja jika mereka bisa melihat saya baik-baik saja dan tetap sebersemangat biasanya..

Untung saja saya sedang berada dalam masa ‘cuti’ dari semua ibadah yang wajib. Maka saya gunakan kesempatan itu untuk terpuruk, merenungi, dan mencari hikmah dari semua ini.. Sebuah musibah bisa jadi sebagai suatu bentuk teguran, namun bisa juga sebagai bentuk ujian..

Sebuah pesan dari seorang sahabat kembali menguatkan saya..

“Seandainya kejadian ini adalah bentuk teguran Allah, semoga lu bisa belajar banyak dari ini. Seandainya kejadian ini untuk menaikan derajat lu di mata Allah sebagai manusia, gw doakan semoga nanti lu bisa berhasil dan bisa menjadi berkah bagi dirilu dan orang2 di sekelilinglu. Seandainya kejadian ini adalah bentuk kasih sayang Allah ke lu, semoga lu bisa lebih sayang lagi sama DIA ketika ini semua selesai.”

Maka, saya lebih memilih untuk berprasangka baik pada Allah. Mudah-mudahan ini salah satu cara Allah menunjukkan rasa cemburu-Nya. Ditandatanganinya kontrak di atas materai itu dengan sendirinya secara sah saya berhak memperoleh biaya kompensasi sebesar satu bulan gaji untuk pemutusan hubungan kerja tanpa suatu sebab seperti ini. Saya sudah menyampaikan hal ini pada HRD. Pun ketika mereka tidak menunaikan apa yang menjadi hak saya, maka biarkan Allah yang mengkalkulasinya. Apalagi mengingat ini bulan Ramadhan. Darah saya berdesir menyadari hal ini. Perhitungan ini terlalu rumit dan complex untuk otak manusia saya. Bahkan Allah memberikan saya kesempatan untuk menjamu-Nya di sepuluh hari terakhir Ramadhan ini. Maka di sinilah ujian yang sesungguhnya. Apakah saya akan tetap terpuruk dengan kehilangan ini? Apakah saya bisa memanfaatkan atau malah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan-Nya? Atau barangkali, apakah saya akan menjadi kikir dan bakhil setelah kehilangan ini? Apakah saya akan menjadi pesimis dan menjadi rendah diri? Pilihan-pilihan itu ada di tangan saya. Saya percaya, Allah telah mempersiapkan ladang-Nya di depan sana untuk saya. Sama seperti ladang ini yang telah dipersiapkan-Nya semenjak tahun kemarin. Jadi, tidak perlu khawatir. Subhanallah.. Walhamdulillah.. Wa Laa ila hailallah.. Allahu Akbar.. Tak sabar rasanya untuk menunggu cuti ini selesai..

Ternyata.. Ikhlas, Sabar, dan Bersyukur nggak semudah mengucapkannya yaa..

No comments:

Dilema fulltime house wife.. fulltime mother..

 Bismillah,   menjadi full ibu rumah tangga sebenernya sudah jadi cita-cita jadi jaman baheula selagi masih gadis.. Bahkan mimpi itu pernah ...