Wednesday, December 15, 2010

Ma Vanesyilla.. ~_~



Ananda Paradibasandi. Selepas menyelesaikan studinya di bangku Sekolah Menengah Kejuruan, ia memutuskan untuk bekerja. Menolak tawaran eyang putrinya untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Jakarta. Dari tempat bekerja yang satu ke tempat bekerja yang lainnya, ia berpindah-pindah. Rupiah yang diperolehnya sedikit demi sedikit ia kumpulkan demi kelangsungan keluarganya, Ibu dan seorang adik laki-lakinya. Tidak hanya untuk makan, tetapi juga untuk membiayai adiknya yang masih sekolah serta digunakannya untuk memperbaiki rumah seluas tidak lebih dari seratus meter persegi yang ditempatinya. Ayahnya masih ada, tapi beristri dua. Istri keduanya, yang mau tak mau lantas menjadi ibu tirinya berada di Ciamis, Jawa Barat sana. Ayahnya biasa menghabiskan waktu di sana, jarang sekali mengunjungi keluarga pertamanya yang berada di Jakarta. Katakanlah, ia terbiasa hidup tanpa ayah. Sepertinya itu lebih sederhana daripada harus panjang lebar menceritakan apa dan mengapa mereka tidak bersama-sama.

Ananda Paradibasandi. Menikah di usia yang sangat belia. Dua puluh tahun ketika itu. Tahun 2009 sembilan yang lalu. Menikah dengan seorang lelaki yang sepertinya memang sudah lama ia pacari. Menikah, hamil, lalu melahirkan. Siklus yang lumrah bagi seorang perempuan menikah. Pasangan muda ini dikaruniai seorang putri kecil yang sangat cantik, mereka menamainya Vanesyilla.

Ananda Paradibasandi. Hari itu ia sedang menyiapkan acara 35 harian kelahiran Vanesyilla. Semuanya berjalan lancer, acara pengajian dan pembacaan surat Yaa-Sin berlangsung hingga selesai. Namun siapa yang menyangka, memang hanya Allah yang memiliki kuasa atas semua takdir makhluk-Nya. Beberapa menit berselang, iy aterjatuh lalu mengejang, meregang nyawa, lalu meninggal. Sudah tak sempat lagi di bawa ke rumah sakit. Dan demikianlah ketetapan Allah pada salah satu makhluk-Nya terjadi. Si kecil Vanesyilla yang belum genap empat puluh hari kini menjadi piatu.

Ananda Paradibasandi. Seorang anak, istri, dan ibu. Ia telah menyempurnakan fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. Ia mengubah penilaian saya tentang menikah muda. Bahwa tidak ada penilaian manusia yang penting tentang segala sesuatu. Bahwa penilaian manusia bisa saja salah. Semula saya sangat menyayangkan keputusannya menikah muda. Namun justru siapa yang menyangka bahwa keputusannya itu adalah yang paling tepat dengan situasinya..

No comments:

Dilema fulltime house wife.. fulltime mother..

 Bismillah,   menjadi full ibu rumah tangga sebenernya sudah jadi cita-cita jadi jaman baheula selagi masih gadis.. Bahkan mimpi itu pernah ...